Love Will Prevail

We are headed toward a precipice and I wonder — who will jump from fear and who will carve a new path or are we already too bottle-necked too doomed — will we fall over the edge, collectively? With…

Smartphone

独家优惠奖金 100% 高达 1 BTC + 180 免费旋转




Gone

Azriel melangkah keluar dari swalayan seberang Apartment nya, kupingnya tersumpal earphone mendengarkan Elsa dan Rafi saling mengejek satu sama lain.

Lu suka juga kan sama si Rakha, ngaku aja deh Pi.” Cerca Elsa dengan suara nyaringnya,

Dih apaan anjir ogah banget sama si botak, mending sekalian gue sama bokapnya aja.” Sahut Rafi

Azriel tertawa melanjutkan jalannya hingga akhirnya kembali memasuki unit apartment nya. Azriel mulai menyibukan diri dengan bahan-bahan yang dibelinya, walaupun terkesan simple makanan yang ia buat ini memiliki backstory yang menyenangkan bagi Azriel dan Arga.

Makanan itu yang mempertemukan keduanya, di kantin dengan dua botol pocari menemani. Azriel jadi teringat bagaimana Arga selalu mengatar minuman itu ke kelasnya saat ia tak bisa ke kantin karena pak Deni — wakasis — Smanda selalu berkeliling memastikan dirinya serta rombongan bau azabnya tak menginjakan kaki di kantin.

Arga selalu menghampirinya dengan sebotol pocari. Arga selalu menannyakan kabarnya. Arga selalu menghampiri dirinya dengan mcflurry oreo dan french fries. Arga dengan senang hati menemaninya mengobrol di atas genteng dengan sebotol pocari.

Arga yang menghiburnya kala kucingnya yang bernama Joe mati, saat kakaknya menghilang kurang lebih 2 tahun lalu kembali dengan berita bahwa sang ibu resmi bercerai dengan ayahnya.

Bukan berita menyedihkan sebetulnya, bukan kah ini yang ia harapkan? Orang tuanya akhirnya melepaskan hubungan yang sudah tak ada harapan. Ibunya selalu bercerita mengenai pertengakarannya dengan sang suami, mengadukan hal dari a-z yang Azriel sendiri muak mendengarnya.

Lalu mulutnya tanpa sengaja menyarankan perpisahan. Ia juga muak menjadi penonton di antara orang tuanya, hanya diam menampung cerita dari masing masing belah pihak tanpa diizinkan bertindak.

Sebagai anak bungsu ia menyimpan beban yang cukup berat bagi anak seusianya, namun ia juga berpikir di luar sana ada orang yang memiliki beban lebih berat darinya, terlampau puas mengemban semuanya.

Ia hanyalah anak, ia hanya bisa mendengarkan tanpa bisa berbuat.

Hingga akhirnya sang ibu berakhir menceraikan ayahnya. Sang ibu menetap di Jepang dan ayahnya menikah dengan sang wanita yang ia tak tau siapa, biarlah bukan urusannya.

Intercome di ruang tamunya berdering menampilkan Arga di layarnya, maka dengan segera Azriel berlari membukakan pintu ‘tuk pemuda yang sedari tadi ia tunggu.

Kakakkk.” Sapanya riang segera ia berhambur memeluk lelaki itu.

Arga mengusak rambut Azriel, “Our football captain, congratulations on your first place on football match.” Arga menyerahkan satu buket bunga yang terdapat casablanca lilies, red tulips, dan sweet alyssums.

You don’t need to do this, kak.”

Azriel menatap bunga itu lamat, lalu meletakannya dalam vas kaca yang ia isi air nambah kesan indah dari bunga itu.

Keduanya duduk di meja makan, berhadapan, meceritakan, mengeluh, menyuarakan perasaan yang mereka alami selama classmeeting berlanjut.

Hari ini hari terakhir sekolah mereka melakukan classmeeting, berakhirnya acara itu pertanda bahwa pembagian penilaian akhir semester akan dibagikan. Minggu depan mereka akan menerima hasil dari apa yang mereka pelajari, deretan angka penuh gengsi, angka yang sering kali membohongi usaha sang tuan, angka yang bagi beberapa siswa menakutkan.

Kak, kamu mau nginep?” Tanya Azriel

Arga menggeleng, “Engga deh, besok aku mau bantu Mama bikin soto.

Dih emang bisa kamu bikin soto?” Tanya Azriel, menaikan alisnya menggoda Arga

Gini-gini skill masakku boleh diadu sama chef Juna.” Arga bersombong diri menghadirkan gelak tawa dari Azreil namun tak mampu menghapus rasa gusar yang ia tak tahu kenapa.

Detik berganti menit, menit berganti jam, jarum menunjukan angka 5 dengan jarum panjang berada di angka 4, Arga beranjak mengucap selamat tinggal pada Azriel mengecup keningnya mengelus rambutnya.

Setelah mengantar Arga sampai di lobby ia mengerut, Why him didn’t say see u to me? Namun Azreil abai memilih meneruskan langkahnya menuju swalayan yang tadi ia singgahi, membeli sekaleng cola hingga suara kencang menyapa telinganya begitu kencang hingga Azriel yang berdiri di depan vending machine terdiam.

Ia tahu betul mobil itu, Lexus SUV RX putih itu milik Arga. Mobil dengan harga 23 miliar itu hancur bagian belakangnya, begitu parah hingga sang pengemudi terlempar keluar dengan keadaan yang tak bisa di katakan baik.

Azriel berlari menuju tubuh Arga melupakan sekaleng soda yang ia tunggu. Di peluknya tubuh tak bernyawa yang berlumur darah itu, memanggil nama Arga berharap lelaki yang ia dekap itu membuka matanya.

Teriakan Azriel memenuhi jalan itu, membuat orang orang yang melihatnya turut kasihan. Tangisan pilu itu merobek lara, ia berharap teriakannya mencapai sang kuasa meminta agar satu satunya yang ia miliki tak direnggut.

Azriel terus menyerukan kata ‘Kakak’ pada tubuh Arga yang sudah kehilangan hidup itu. Sirine polisi dan ambulan tidak ia hiraukan, ketika police line mulai terpasang di sekeliling TKP, tenaga medis mengangkat tubuh Arga, seorang perawat menuntunnya menuju ambulan, ikut mengantarkan Arga, hold his lifeless boyfriend body.

Sanak saudara telah di hubungi, kedua orang tua Arga datang berhambur memeluk Azriel yang masih menangis merapal nama kekasih. Arga anak tunggal, anak mereka yang sangat disayangi itu pergi terlebih dahulu meninggalkan banyak cita-cita yang belum terwujud, keinginan Arga untuk memelihat Azriel mengenakan Almamater UPH dengan bangga, keinginan Arga untuk bisa makan soto di sabtu pagi.

Rafi dan Elsa turut hadir di sana tak berani mendekat, tangis temannya itu sangat memilukan bagaimanapun Azriel terlebih dahulu menjatuhkan hati untuk Arga, menghujani Arga dengan cinta yang belum Arga rasakan, menghibur Arga, selalu ada disaat Arga merasa dunia ini terkadang tak adil meski dunia juga tak pernah adil padanya.

Menggenggam tangan gemetar Arga, menunjukan cinta tanpa takut, memberikan afeksi yang Arga cari, mencintai pemuda itu dengan sepenuh hati.

Arga yang selama ini ia cari sebagai pelengkap semua kosongnya, sebagai pelipur lara, kini berpulang bertemu dengan penciptanya, Azreil sangat berterimakasih pada tuhan telah menciptakan sosok Arga yang menemaninya, namun ia juga marah mengapa tuhan membawa pulang ciptanya yang paling indah itu.

Mungkin tuhan rindu dengan cipta kesayangannya itu, mungkin tuhan tak suka jika tangan berdosa ini menyentuh kesayangannya, mungkin tuhan terlalu sayang Arga.

Azriel juga sama sayangnya, namun sepertinya cinta tuhan yang menang.

Ia menyadari buket yang Arga beri kepadanya, casablanca lilies diartikan sebagai ungkapan cinta terakhir, penghargaan, dan kenangan yang abadi. White marigold simbol penghormatan dan kesetiaan terakhir kepada kekasih. Chrysanthemums menjadi ungkapan perasaan bahwa meskipun perpisahan terjadi, cinta akan tetap ada dan tidak akan pudar.

Serta Arga yang tak mengucapkan sampai jumpa padanya, semuanya sekarang masuk akal seolah Arga sudah menyadari bahwa ini adalah hari terakhir ia bernafas. Pelukan serta ciuman di keningnya yang di lakukan Arga menjadi yang terakhir.

It’s the last kiss.

Tangisnya kembali pecah, liquid bening menuruni pipi itu seolah tak ada habisnya. Azriel mengucapkan kalimat yang sama terus menerus hingga mulunya terasa penat kedua orang tua Arga hanya memeluknya meyakinkan Azriel bahwa pemuda itu harus ikhlas atas Arga, Azriel harus melepasnya pergi.

Kak Arga pergi, kak Arga udah ga sama kita. Padahal minggu depan udah bagi rapot, kita bakal naik kelas 12, kak Arga bilang mau pake Almamater ITB, kak Arga bilang besok dia mau bantuin mama bikin soto.” Ucapnya membuat teman-temannya ikut menangis merasakan pilu yang sangat dari ucapan Azriel.

Hari pemakaman Arga, Azriel diam bersanda di tembok dengan tatapan kosong, Elsa dan Rafi menemaninya merasa prihatin dengan sang teman.

Mama Arga datang dengan semangkok soto yang kerap Arga sebutkan, wanita paruh baya yang masih terlihat cantik itu menyuapkan soto kepada Azriel. Ia terima suapan itu, “Kakak, sotonya enak.”

Tak ada air mata yang turun kali ini, orang yang mendengar ucapan Azriel itu hanya menatap iba, membayangkan orang terkasih menemui kematian di depan mata tidak bisa mereka bayangkan betapa hancurnya hari Azriel saat itu.

Azriel menyampaikan kata terakhirnya untuk Arga mengelus tubuh dingin itu, tubuh yang selalu memberikannya pelukan hangat kini terbujur kaku.

Kapan-kapan mampir ya kak di mimpiku, aku selalu tunggu kakak di sana jadi kakak harus tunggu aku juga biar kita bisa bahagia tanpa ada hal yang renggut kamu dari aku.” Suaranya tercekat di ujung

Aku akan selalu sayang kakak, kak Arga akan selalu ada di sini.” Ucap Azriel sembari memegang dada Arga yang sekarang sudah tak lagi berdetak.

Ia merunduk mengecup kening lalu kemudian bibir dingin Arga, “Neverland, my love, goodbye, now you’re free falling.”

Lalu saat petinya ditutup mendadak sebagai dirinya tertinggal di sana. Saat orang-orang melemparkan bunga ke dalam makam Arga, saat peti mati itu mulai di turunkan air mata Azriel meluruh ikut turun bersama peri itu, terkubur bersama sang cinta.

Hari itu hari terakhir dirinya melihat Arga, ia melepaskan cintanya ‘tuk bertemu sang kuasa.

Azriel tinggal seorang diri di sana, jemarinya bergerak mengusap pigura dengan Arga yang tersenyum di sana, ia menangis seiring awan mendung datang, menambah kesan sedih pada hari itu.

Berselang 30 menit Azriel meletakan bunga cattleya, pilih undur diri dan berjanji akan sering menjenguk Arga.

Pemuda itu berjalan menyusuri jalan yang sering ia lalui bersama Arga, melewati tempat dimana Arga di jemput Azrael. Ia sempat terdiam memandangi jalan yang masih dikelilingi garis polisi itu.

Ia langkahkan kaki jenjang itu menuju unitnya, menyalakan lampu membereskan sampah yang berserakan, membuka tiap jendela di unit itu guna masuknya pencahayaaan lebih. Setelah selesai membereskan unitnya ia memandangi bunga yang ia susun dalam vas itu.

Minggu depan ia akan menerima hasil pembelajarannya selama 1 semester, ia akan menuju kelas 12 tanpa Arga. Ia kembali teringat chatnya tahun lalu, mengucapkan selamat pada Arga karena akan menduduki tingkat kedua di Smanda. Namun kini ia akan lulus tanpa Arga.

Ia kembali menangis.

Hingga secarik surat di bawah vas bunga mengalihkan pandangannya, di raihnya amplop coklay itu, ia keluarkan selembar kertas dari sana, ia baca dan air matanya kembali turun dengan lebih deras. Ia menangis meraung, meminta tuhan mengembalikan miliknya, Arganya, jiwanya, hidupnya.

Arga's letter

Azriel memutuskan menutup semua jendelanya, merapatkan gordennya kecuali kamarnya, mematikan seluruh lampu di rumahnya membiarkan rembulan menyinari lantai kamarnya. Azriel termenung memperharitikan rembulan, bundar tak bersudur tajam terkesan baik, layaknya Arga.

Ia menatap ponselnya, menggeser foto yang ia ambil bersama Arga, atau foto Arga yang ia ambil diam diam. Tersenyum menatapnya. Ia rindu.

So I’ll watch your life in pictures like I used to watch you sleep.

Air mata kemabali menetes turun membasahi kasurnya. Terlalu lelah, Azriel jatuh tertidur ditemani sang rembulan.

Hari dimana hasil rapor dibagikan tiba, Azriel termenung di kelasnya. Diam tanpa suara dengan kuping tersumpal Earphone, menunjukkan bahwa ia tak ingin diganggu.

Bagus dan Bagas mendekat, mereka teman dekat Arga meberikan Azriel sebuah gelang dan kalung, kedua benda itu memiliki bintang. “Arga kemaren nitip ini, he said gonna give u this karena udah menang futsal.” Ucap Bagas

Arga bilang lo mirip bintang yang selalu nemenin bulan biar ga sendiri di angkasa sana. You’re the star, Az.” Sambung Bagus.

Azriel menatap dua benda itu lamat lalu ia simpan di dalam sakunya. Akan ia pakai nanti.

Pembagian peringkat, Azriel sukses menempati posisi ke 2, meloncat 10 peringkat dari sebelumnya.

Azriel selamat ya, kamu bisa naik jauh gini usahanya pasti ga main-main.” Ucap wali kelasnya.

Kak Arga yang ajarin saya bu, sudah pasti hasilnya memuaskan.” Ucapnya.

Wali kelasnya tersenyum maklum, mengetahui hubungan keduanya yang tak bisa dibilang biasa saja itu. Tiga tepukan di bahu menjadi tanda penyemangat. Azriel kembali ketempat duduknya, seharusnya Arga melihat hasil usahanya, hasil dari apa yang Arga ajarkan padanya.

Keluar dari kelasnya tiba-tiba Gideon dari 11 IPS 3 menyerukan namanya, membuat dirinya terpaksa menghampiri kelas sang kekasih.

Ada apa?” Tanya Azriel

Gideon hanya membawanya duduk diantara kedua orang tua Arga, situasi membingungkan, lama dirinya terdiam hingga suara dari wali kelas IPS 3 mengambil atensinya.

Satu persatu peringkat disebutkan hingga nama Arga terucap paling akhir sebagai penyandang peringkat pertama.

Untuk peringkat pertama kembali di pegang Arga Yaffi, Azreil di persilahkan maju.”

Suara tepuk tangan meriuh memenuhi rungu, Azriel yang bingung menoleh kepada dua orang di sisinya yang mendapat persetujuan. Azriel maju berdiri di samping siswa lainnya, memegang rapor yang tertulis nama Arga, membuat matanya memanas ia merasa bangga namun juga sedih, karena Arga tak ada, Arga tak bisa memegang piala yang wali kelasnya berikan, Arga tak memakai selempany dengan label “Luhisga one and only.”

Setelah acara foto bersama Azriel pamit dan bergegas keluar dari lingkungan Smanda, menuju tempat Arga bersemayam menceritakan betapa bangganya ia dengan Arga, menyombongkan rapornya yang memiliki nilai diatas harapannya itu.

Lalu kembali bercerita tentang hidupnya, tentang dia yang merasa kosong.

Sudah 5 bulan Azriel menjadi siswa kelas 12, dengan predikat kakak kelas yang disandangnya siapa yang tak kenal ia, orang yang selalu duduk di hadapan foto Arga yang dipajang di Aula sekolahnya, duduk dengan mendengarkan Last Kiss dari Taylor Swift.

“So I’ll watch your life in pictures like I used to watch you sleep”

“And I feel you forget me like I used to feel you breathe”

“And I’ll keep up with our old friends just to ask them how you are”

“Hope it’s nice where you are”

“And I hope the sun shines and it’s a beautiful day”

“And something reminds you, you wish you had stayed”

“You can plan for a change in the weather and time”

“But I never planned on you changing your mind”

Azriel menggumamkan lagu itu, hingga lamunannya terpecah kala Elsa menepuk bahunya. “Kekantin yuk.” Ajaknya

Azriel mengangguk berjalan menyusuri koridor berbelok di samping koperasi dan lurus menuju kantin. Azriel berdirin di tempat ia selalu berdiri, menyebutkan suatu merk minuman yang lidahnya sering acap. Minuman yang sering kekasihnya antarkan ke kelas.

Azriel menoleh melihat Arga berlari ke arahnya membawa sebotol pocari lalu semakin dekat sang kasih memudar bersatu-rua dengar sinar mentari.

Teriakan di kupingnya membuyarkan Azriel dari khayalannya, “AZE, YA TUHAN TULI YA?”

Azriel menoleh, ternyata Chelse ーperempuan cantik temannya sedari smpㅡ Azriel bertanya dimana Elsa dan ternyata Chelse tak tahu lantas mengajak perempuan itu kembali ke kelas, biarkan saja si Elsa itu, toh ia juga sudah besar.

Kejadian Azriel melihat Arga itu sudah sering, bahkan kawan kelasnya mengira ia gila, padahal dimata Azriel itu nyata. Arga tersenyum kepadanya, Arga duduk di sampingnya, Arga berlari ke arahnya, Arga selalu menatapnya dari kejahuan, itu semua terlihat nyata.

Itu kak Arga!” Serunya tiba-tiba. Kelasnya tengah melakukan pelajaran biologi berkelompok yang mengharuskan mereka berada di luar kelas.

Jika tak di tarik mundur oleh Fadhil sudah dapat dipastikan ia akan berlari menghampiri lapangan kosong, karena Arga tak pernah ada di sana.

Apaan sih lu, ga liat itu kak Arga? Nanti kalo dia pergi lagi gimana?” Suara Azriel sedikit ditinggikan, ia berontak dari genggaman Fadhil.

Temammya yang berada di sana ikut menahan Azriel, jujur mereka kasihan dengannya, pemuda itu terlalu banyak menghabiskan masa sendirian dihidupnya tanpa kehadiran Arga. Bahkan Azriel tak lagi berbuat tingkah sinting seperti disaat kelas 10 dan 11.

Aze udah, ga ada Arga di sana, itu cuma lapangan kosong.” Tangan Chelse.

Gue liat kak Arga di sana, dia pegang casablanca lilies di tangannya.” Yakin Azriel.

Aze, Arga udah ga ada dari 5 bulan lalu.” Perkataan Rafi membuat ia terdiam memandang hamparan rumput Smanda yang kosong hanya ada beberapa anak kelasnya yang lalu lalang mengobservasi tanaman di sana. Ia merasa sebagian dirinya kosong, terasa hampa.

You’re right, he’s gone and never comeback.” Suaranya memelan diakhiri dengan tawa terpaksa.

Mungkin Arga kangen, nanti kita jenguk dia ya.” Elsa mengelus belakang Azriel menenangkan temannya itu.

Azriel bersiap dengan toga menghiasi kepalanya berdiri di tengah kedua orang tua Arga memasang senyum terbaiknya yang lama menghilang semenjak Arga berpulang.

Hari ini ia resmi lulus dari Smanda, bebas dari jeratan sekolah itu. Terdapat 2 selempang yang disampirkan padanya, satu bertuliskan “Smanda lover boy.” Ia tak tahu hanya saja adik kelasnya memberikan itu, dan satu lagi bertuliskan “Smanda Cattleya.” Cattleya adalah jenis anggrek yang memiliki bunga yang indah dan harum. Mereka sering diberikan sebagai hadiah kepada seseorang yang dianggap sebagai "satu-satunya" dalam kehidupan seseorang. Bunga cattleya juga melambangkan keanggunan, keabadian, dan dedikasi.

Azriel berfoto dengan foto Arga yang ia cetak berukuran 50 cm × 70 cm itu, berfoto seolah Arga bukan hanya pigura ukuran medium yang ia pegang. Setelah selesai ia mengganti foto Arga di aula dengan ukuran yang lebih besar, 2 m × 1 m. Dengan ukiran Cattleya si tepi framenya.

Jam berganti hari, hari berganti bulan. Kini Azriel mengenakan Almamater kepunyaan UPH tersenyum bangga di depan pigura Arga.

Hallo kakak sayang, kakak di sana tidur nyenyakkan?”

Lihat kak, aku pake ini buat kamu. Aku tau kamu mau banget sekolah aku di sana, I made it for you.”

Tunggu aku di sana. Tunggu Azrael jemput aku buat pulang kerumahku, aku bakalan minta izin langsung ke tuhan buat bisa sama kamu, buat bisa peluk ciptanya yang paling indah.”

Kak Arga, terimakasih.”

Angin berhembus hangat menyapa pipinya, seperti Arga menderngarkan ucapannya dari atas sana. Azriel tersenyum, mengusap piguranya meletakan Cattleya di sana lalu beranjak pulang.

Ia akan dengam senang hati menunggu Azrael menjemputnya, menghantarkan ia kembali pada sang kasih.

— daruwipa.

Add a comment

Related posts:

How does substance abuse affect the brain?

Substance abuse has a serious and long-lasting effect on the brain. The most common substances abused are alcohol, opioids, and stimulants. All of these substances can cause changes in the structure…

Building a bridge to the Congo through Scouting

Scouting exists to actively engage and support young people in their personal development, empowering them to make a positive contribution to society. With over 31 million members in all but 6…